Senin, 10 Februari 2020

MESIN PENYEDOT UANG (KAPITALIS)


Oleh: DWI CONDRO TRIONO, Ph.D.
          (Pakar Ekonomi Islam )

Sistem Ekonomi Kapitalisme telah mengajarkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi hanya akan terwujud jika semua Pelaku Ekonomi terfokus pada akumulasi Kapital (modal).

Mereka lalu menciptakan sebuah mesin “penyedot uang” yang dikenal dengan Lembaga Perbankan.

Oleh lembaga ini, sisa-sisa uang di sektor rumah tangga yang tidak digunakan untuk konsumsi akan “disedot”.

Lalu, siapakah yang akan memanfaatkan uang di Bank tersebut?

Tentu mereka yang mampu memenuhi ketentuan pinjaman (kredit) dari Bank, yaitu:

Fix Return dan Agunan.

Konsekuensinya, hanya pengusaha besar dan sehat sajalah yang akan mampu memenuhi ketentuan ini.

Siapakah mereka itu?

Mereka itu tidak lain adalah kaum Kapitalis, yang sudah mempunyai perusahaan yang besar, untuk menjadi lebih besar lagi.

Apakah adanya Lembaga Perbankan ini sudah cukup?

Bagi kaum Kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar.

Dengan cara apa?

Yaitu dengan Pasar Modal. Dengan pasar ini, para pengusaha cukup mencetak kertas-kertas Saham untuk dijual kepada masyarakat, dengan iming-iming akan diberi Deviden.

Siapakah yang memanfaatkan keberadaan Pasar Modal ini?

Dengan persyaratan untuk menjadi Emiten dan penilaian Investor yang sangat ketat, lagi-lagi hanya perusahaan besar dan sehat saja, yang akan dapat menjual sahamnya di Pasar Modal ini.

Siapa mereka itu?

Kaum Kapitalis juga, yang sudah mempunyai perusahaan besar, untuk menjadi lebih besar lagi.

Adanya tambahan Pasar Modal ini, apakah sudah cukup?

Bagi kaum Kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar.

Dengan cara apa lagi?

Cara selanjutnya yaitu dengan “memakan perusahaan kecil”.

Bagaimana caranya?

Menurut Teori Karl M, dalam pasar Persaingan Bebas, ada Hukum Akumulasi Kapital (The Law of Capital Accumulations), yaitu perusahaan besar akan “memakan” perusahaan kecil.

Contohnya, jika di suatu wilayah banyak terdapat toko kelontong yang kecil, maka cukup dibangun sebuah mal yang besar. Dengan itu toko-toko itu akan tutup dengan sendirinya.

Dengan apa perusahaan besar melakukan ekspansinya?

Tentu dengan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu Perbankan dan Pasar Modal.

Agar perusahaan Kapitalis dapat lebih besar lagi, mereka harus mampu memenangkan Persaingan Pasar.

Persaingan Pasar hanya dapat dimenangkan oleh mereka yang dapat menjual produk-produknya dengan harga yang paling murah.

Bagaimana caranya?

Caranya adalah dengan menguasai sumber-sumber bahan baku seperti: pertambangan, bahan mineral, kehutanan, minyak bumi, gas, batu bara, air, dan sebagainya.

Lantas, dengan cara apa perusahaan besar dapat menguasai bahan baku tersebut?

Lagi-lagi, tentu saja dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu Perbankan dan Pasar Modal.

Jika perusahaan Kapitalis ingin lebih besar lagi, maka cara berikutnya adalah dengan “mencaplok” perusahaan milik negara (BUMN).

Kita sudah memahami bahwa perusahaan negara umumnya menguasai sektor-sektor publik yang sangat strategis, seperti:

Sektor Telekomunikasi, Transportasi, Pelabuhan, Keuangan, Pendidikan, Kesehatan, Pertambangan, Kehutanan, Energi, dan sebagainya.

Bisnis di sektor yang strategis tentu merupakan bisnis yang sangat menjanjikan, karena hampir tidak mungkin rugi.

Lantas, bagaimana caranya?

Caranya adalah dengan mendorong munculnya:

Undang-Undang Privatisasi BUMN.

Dengan adanya jaminan dari UU ini, perusahaan kapitalis dapat dengan leluasa “mencaplok” satu per satu BUMN tersebut.

Tentu tetap dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu Perbankan dan Pasar Modal.

Jika dengan cara ini kaum Kapitalis sudah mulai bersinggungan dengan UU, maka sepak terjangnya tentu akan mulai banyak menemukan hambatan.

Bagaimana cara mengatasinya?

Caranya ternyata sangat mudah, yaitu dengan masuk ke sektor Kekuasaan itu sendiri.

Kaum Kapitalis menjadi Penguasa, sekaligus tetap sebagai Pengusaha.

Untuk menjadi Penguasa tentu membutuhkan modal yang besar, sebab biaya Kampanye itu tidak murah.

Bagi kaum Kapitalis hal itu tentu tidak menjadi masalah, sebab permodalannya tetap akan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu Perbankan dan Pasar Modal.

Jika kaum Kapitalis sudah melewati cara-cara ini, maka Hegemoni (pengaruh) Ekonomi di tingkat nasional hampir sepenuhnya terwujud. Hampir tidak ada problem yang berarti untuk dapat mengalahkan kekuatan hegemoni ini.

Namun, apakah masalah dari kaum Kapitalis sudah selesai sampai di sini?

Tentu saja belum. Ternyata Hegemoni Ekonomi di tingkat nasional saja belumlah cukup.

Mereka justru akan menghadapi problem baru.

Apa problemnya?

Problemnya adalah terjadinya ekses (kelebihan) produksi.

Bagi perusahaan besar, yang produksinya terus membesar, jika produknya hanya dipasarkan di dalam negeri saja, tentu semakin lama akan semakin kehabisan konsumen.

Lantas, ke mana mereka harus memasarkan kelebihan produksinya?

Dari sinilah akan muncul cara-cara berikutnya, yaitu dengan melakukan Hegemoni di tingkat dunia.

Caranya adalah dengan membuka pasar di negara-negara miskin dan berkembang, yang padat penduduknya.

Teknisnya adalah dengan menciptakan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang mau tunduk pada ketentuan Perjanjian Perdagangan Bebas Dunia (GATT), sehingga semua negara anggotanya akan mau membuka pasarnya, tanpa halangan tarif bea masuk, maupun ketentuan kuota impornya (bebas proteksi).

Dengan adanya WTO dan GATT tersebut, kaum Kapitalis dunia akan dengan leluasa dapat memasarkan kelebihan produknya di negara-negara “jajahan”-nya.

Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaga andalannya, yaitu Perbankan dan Pasar Modal.

Jika Kapitalis dunia ingin lebih besar lagi, maka caranya tidak hanya cukup dengan mengekspor kelebihan produksinya.

Mereka harus membuka perusahaannya di negara-negara yang menjadi objek ekspornya.

Yaitu dengan membuka Multi National Corporations (MNC) atau perusahaan lintas negara, di negara-negara sasarannya.

Dengan membuka langsung perusahaan di negara tempat pemasarannya, mereka akan mampu menjual produknya dengan harga yang jauh lebih murah.

Strategi ini juga sekaligus dapat menangkal kemungkinan munculnya industri-industri lokal yang berpotensi menjadi pesaingnya.

Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan Kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaganya, yaitu Perbankan dan Pasar Modal.

Apakah dengan membuka MNC sudah cukup?

Jawabnya, tentu saja belum.

Masih ada peluang untuk menjadi semakin besar lagi.

Caranya?

Yaitu dengan menguasai sumber-sumber bahan baku yang ada di negara tersebut.

Untuk melancarkan jalannya ini, Kapitalis dunia harus mampu mendikte lahirnya berbagai UU yang mampu menjamin agar perusahaan asing dapat menguasai sepenuhnya sumber bahan baku tersebut.

Contoh yang terjadi di Indonesia adalah lahirnya:

UU Penanaman Modal Asing (PMA), yang memberikan jaminan bagi perusahaan asing untuk menguasai lahan di Indonesia sampai 95 tahun lamanya (itu pun masih bisa diperpanjang lagi).

Contoh UU lain, yang akan menjamin kebebasan bagi perusahaan asing untuk mengeruk kekayaan SDA Indonesia adalah:

UU Minerba, UU Migas, UU Sumber Daya Air, dan sebagainya.

Menguasai SDA saja tentu belum cukup bagi kapitalis dunia. Mereka ingin lebih dari itu.

Dengan cara apa?

Yaitu dengan menjadikan harga bahan baku lokal menjadi semakin murah.

Teknisnya adalah dengan menjatuhkan nilai Kurs Mata Uang lokalnya.

Untuk mewujudkan keinginannya ini, prasyarat yang dibutuhkan adalah pemberlakuan Sistem Kurs Mengambang Bebas (Floating Rate) bagi mata uang lokal tersebut.

Jika nilai kurs mata uang lokal tidak boleh ditetapkan oleh Pemerintah, lantas lembaga apa yang akan berperan dalam penentuan nilai kurs tersebut?

Jawabannya adalah dengan Pasar Valuta Asing (Valas).

Jika negara tersebut sudah membuka Pasar Valasnya, maka kapitalis dunia akan lebih leluasa untuk “mempermainkan” nilai kurs mata uang lokal, sesuai dengan kehendaknya.

Jika nilai kurs mata uang lokal sudah jatuh, maka harga bahan-bahan baku lokal dijamin akan menjadi murah, kalau dibeli dengan mata uang mereka.

Jika ingin lebih besar lagi, ternyata masih ada cara selanjutnya.

Cara selanjutnya adalah dengan menjadikan upah tenaga kerja lokal bisa menjadi semakin murah.

Bagaimana caranya?

Yaitu dengan melakukan proses Liberalisasi Pendidikan di negara tersebut.

Teknisnya adalah dengan melakukan intervensi terhadap UU Pendidikan Nasionalnya.

Jika penyelenggaraan pendidikan sudah diliberalisasi, berarti pemerintah sudah tidak bertanggung jawab untuk memberikan Subsidi bagi pendidikannya.

Hal ini tentu akan menyebabkan biaya pendidikan akan semakin mahal, khususnya untuk pendidikan di perguruan tinggi.

Akibatnya, banyak pemuda yang tidak mampu melanjutkan studinya di perguruan tinggi.

Keadaan ini akan dimanfaatkan dengan mendorong dibukanya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak-banyaknya.

Dengan sekolah ini tentu diharapkan akan banyak melahirkan anak didik yang sangat terampil, penurut, sekaligus mau digaji rendah.

Hal ini tentu lebih menguntungkan, jika dibanding dengan mempekerjakan Sarjana.

Sarjana biasanya tidak terampil, terlalu banyak bicara, dan maunya digaji tinggi.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, cara-cara Hegemoni Kapitalis dunia di negara lain ternyata banyak mengunakan Intervensi UU.

Hal ini tentu tidak mudah dilakukan, kecuali harus dilengkapi dengan cara yang lain lagi.

Nah, cara inilah yang akan menjamin proses Intervensi UU akan dapat berjalan dengan mulus.

Bagaimana caranya?

Caranya adalah dengan menempatkan Penguasa Boneka.

Penguasa yang terpilih di negara tersebut harus mau tunduk dan patuh terhadap keinginan dari kaum Kapitalis Dunia.

Bagaimana strateginya?

Strateginya adalah dengan memberikan berbagai sarana bagi mereka yang mau menjadi Boneka.

Sarana tersebut, mulai dari bantuan dana kampanye, publikasi media, manipulasi lembaga survei, hingga intervensi pada sistem perhitungan suara pada Komisi Pemilihan Umumnya.

Apakah ini sudah cukup?

Tentu saja belum cukup.

Mereka tetap saja akan menghadapi problem yang baru.

Apa problemnya?

Jika hegemoni kaum kapitalis terhadap negara-negara tertentu sudah sukses, maka akan memunculkan problem baru.

Problemnya adalah “mati”-nya negara jajahan tersebut.

Bagi sebuah negara yang telah sukses dihegemoni (dipengaruhi), maka rakyat di negara tersebut akan semakin miskin dan melarat.

Keadaan ini tentu akan menjadi ancaman bagi kaum kapitalis itu sendiri.

Mengapa?

Jika penduduk suatu negeri itu jatuh miskin, maka hal itu akan menjadi problem pemasaran bagi produk-produk mereka.

Siapa yang harus membeli produk mereka jika rakyatnya miskin semua?

Di sinilah diperlukan cara berikutnya.

Agar rakyat negara miskin tetap memiliki daya beli, maka kaum kapitalis dunia perlu mengembangkan Non Government Organizations (NGO) atau LSM.

Tujuan pendirian NGO ini adalah untuk melakukan Pengembangan Masyarakat (community development), yaitu pemberian pendampingan pada masyarakat agar bisa mengembangkan industri-industri level rumahan (home industry), seperti kerajinan tradisional, maupun industri kreatif lainnya.

Masyarakat harus tetap berproduksi (walaupun skala kecil), agar tetap memiliki penghasilan.

Agar operasi NGO ini tetap eksis di tengah masyarakat, maka diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit.

Kaum kapitalis dunia akan senantiasa men-support sepenuhnya kegiatan NGO ini.

Jika proses pendampingan masyarakat ini berhasil, maka kaum kapitalis dunia akan memiliki tiga keuntungan sekaligus, yaitu:

(1) Masyarakat akan tetap memiliki daya beli, (2) akan memutus peran pemerintah, dan yang terpenting adalah, (3) negara jajahannya tidak akan menjadi negara industri besar untuk selamanya.

Sampai di titik ini Kapitalisme Dunia tentu akan mencapai tingkat kejayaan yang nyaris “sempurna”.

Apakah kaum kapitalis sudah tidak memiliki hambatan lagi?

Jawabnya, ternyata masih ada.

Apa itu?

Ancaman Krisis Ekonomi.

Sejarah panjang telah membuktikan bahwa Ekonomi Kapitalisme ternyata menjadi pelanggan yang setia terhadap terjadinya Krisis ini.

Namun demikian, bukan berarti mereka tidak memiliki solusi untuk mengatasinya.

Mereka masih memiliki jurus pamungkasnya.

Apa itu?

Ternyata sangat sederhana.

Kaum kapitalis cukup “memaksa” pemerintah untuk memberikan talangan (bail-out) atau Stimulus Ekonomi.

Dananya berasal dari mana?

Tentu akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sebagaimana kita pahami bahwa sumber pendapatan negara adalah berasal dari Pajak Rakyat.

Dengan demikian, jika terjadi Krisis Ekonomi, siapa yang harus menanggung bebannya?

Jawabnya adalah:

Rakyat, melalui pembayaran pajak yang akan terus dinaikkan besarannya, maupun jenis-jenisnya.

Bagaimana hasil akhir dari semua ini?

Kaum Kapitalis akan tetap jaya, dan rakyat selamanya akan tetap menderita.

Di manapun negaranya, nasib rakyat akan tetap sama.

Itulah produk dari Hegemoni Kapitalisme Dunia.
________________________
#GantiKapitalismeDenganIslam
#TerapkanEkonomiSyariah

Jumat, 07 Februari 2020

CARA ISLAM MENGATASI WABAH PENYAKIT MENULAR

Buletin Kaffah, No. 127, 14 Jumada ats-Tsaniyah, 1441 H-7 Februari 2020 M


Dalam dua pekan terakhir ini, dunia sedang gelisah. Banyak orang resah. Sebabnya tidak lain adalah wabah. Virus Corona adalah pemicunya. Di Cina, tepatnya Kota Wuhan, asal mula virus ini menjangkiti sejumlah orang. 

Sejak pertama kali diumumkan pada 31 Desember 2019, kasus kematian akibat Virus Corona di Cina telah mencapai 425 orang. Sampai saat ini jumlah total kasus yang dikonfirmasi di Cina mencapai 20.438. Namun demikian, banyak orang meyakini, jumlah sebenarnya jauh berlipat-lipat. Ini karena Cina cenderung tidak terbuka menyampaikan info yang sebenarnya. 

Yang pasti, penyebaran wabah  ini telah menjangkau 25 negara: mulai dari Amerika Serikat, Australia, Filipina, Finlandia, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kamboja, Kanada, Korea Selatan, Malaysia, Nepal, Prancis, Russia, Singapura, Spanyol, Sri Lanka, Swedia, Taiwan, Thailand, Vietnam dan Uni Emirat Arab (Cnbcindonesia.com, 4/2/2020).

Gejala dan Pemicu

Komisi Kesehatan Nasional Cina (NHC) mengatakan Virus Corona menular bahkan dalam masa inkubasinya yang berlangsung hingga 14 hari dengan kemampuan menyebar yang semakin kuat. Beberapa gejala yang dikeluhkan oleh mereka yang terinfeksi Virus Corona 2019-nCoV mirip dengan gejala coronavirus yang lain. Umumnya pasien akan mengeluhkan sejumlah gejala seperti suhu tubuh tinggi, batuk kering, napas pendek atau kesulitan bernafas. Namun, melansir dari South China Morning Post, penelitian baru pada Virus Corona Wuhan menemukan, virus mungkin hidup pada individu tanpa gejala yang jelas (infeksi asimptomatik). 

Kelelawar dianggap sebagai sumber penyebaran Virus Corona jenis baru dari Wuhan, atau Novel Coronavirus (2019-nCoV). Peter Daszak, Presiden EcoHealth Alliance, yang telah bekerja selama 15 tahun, telah mempelajari bagaimana penyakit berpindah dari hewan ke manusia. "Kami belum tahu sumbernya. Tapi ada bukti kuat bahwa Virus Corona Wuhan disebabkan oleh kelelawar. Mungkin kelelawar tapal kuda Cina, spesies umum yang beratnya satu ons," kata Daszak dilansir New York Times (Tribunnews.com, 3/2/2020).

Pemerintah Lamban

Boleh jadi, meski tidak kita harapkan, Virus Coronona juga bisa menjangkau negeri ini. Apalagi di Singapura, seorang WNI positif terjangkit Virus Corona (Kompas.com, 4/2/2020). 

Sayang, Pemerintah Indonesia cenderung lamban. Hingga Rabu (29/1/2020), Pemerintah baru memiliki opsi untuk mengevakuasi WNI di Provinsi Hubei yang berjumlah 243 orang itu. Begitu pula untuk urusan logistik. Baru akan dicarikan solusi 4-5 hari setelahnya. Yang aneh, Menteri Kesehatan Terawan Agung Putranto hanya mengimbau WNI, terutama yang berada di Wuhan, agar tidak stres. Dia menyebut Virus Corona bersifat swasirna. Artinya, pasien terjangkit Corona bisa sembuh sendiri bila kondisi tubuhnya cukup baik.

Padahal beberapa negara terus melakukan usaha evakuasi warganya dari Wuhan. Sejauh ini, Jepang, Amerika Serikat dan Prancis, telah memulangkan secara massal warganya dengan mengirim pesawat-pesawat sewaan. 

Penyebaran Virus Corona yang makin meluas juga tak membuat Pemerintah membatasi wisatawan Cina ke Indonesia. Terbukti, Pemerintah hanya penutup penerbangan langsung ke Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei. Namun sebenarnya, pembatalan tersebut terjadi karena ekses kebijakan isolasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Cina, selanjutnya diikuti oleh maskapai penerbangan, bukan berawal dari Kementerian Perhubungan sendiri.

Yang lebih aneh, Wakil Menteri Parekraf Angela Tanoesoedibjo mengatakan, tahun lalu terdapat sebanyak kurang lebih 1,9 juta wisatawan dari Cina. Meski begitu, hingga saat ini pihaknya masih dalam proses perhitungan berapa potensi devisa jika wisatawan dari Cina berkurang. Padahal di media sosial banyak netizen meminta Pemerintah untuk sementara menolak kedatangan warga Cina ke Indonesia karena khawatir penularan Virus Corona. Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, dr. Achmad Yurianto, malah meyakinkan bahwa virus bisa dicegah tanpa harus ada penolakan.

Solusi Islam

Islam selalu menunjukkan keunggulannya sebagai agama sekaligus ideologi yang lengkap. Islam mengatur semua hal dan memberikan solusi atas segenap persoalan.  Islam telah lebih dulu dari masyarakat modern membangun ide karantina untuk mengatasi wabah penyakit menular. 

Dalam sejarah, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah itu ialah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut, salah satu upaya Rasulullah saw. adalah menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda:

‏لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِي

Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta (HR al-Bukhari).

Dengan demikian, metode karantina sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Peringatan kehati-hatian pada penyakit kusta juga dikenal luas pada masa hidup Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR al-Bukhari).

Rasulullah saw. juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninginggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).

Dikutip dalam buku berjudul, Rahasia Sehat Ala Rasulullah saw.: Belajar Hidup Melalui Hadis-hadis Nabi karya Nabil Thawil, pada zaman Rasulullah saw., jika ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha'un, beliau memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus. Jauh dari pemukiman penduduk. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.

Pada masa Kekhalifahan Umar bin al-Khaththab juga pernah terjadi wabah penyakit menular. Diriwayatkan: 

أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ. فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ‏ ‏إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْه‏.

Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, "Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu." (HR al-Bukhari).

Riwayat ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah. Menurut Imam al-Waqidi saat terjadi wabah Tha’un yang melanda seluruh negeri Syam, wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa lebih. Bahkan di antara para sahabat ada yang terkena wabah ini. Mereka adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan dan Abu Jandal bin Suhail.

Peran Sentral Penguasa

Islam memang telah memerintahkan kepada setiap orang untuk mempraktikkan gaya hidup sehat. Misalnya, diawali dengan makanan. Allah SWT telah berfirman:

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا

Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian (TQS an-Nahl [16]: 114).

Selain memakan makanan halal dan baik, kita juga diperintahkan untuk tidak berlebih-lebihan. Apalagi sampai memakan makanan yang sesungguhnya tak layak dimakan, seperti kelelawar. Allah SWT berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Makan dan minumlah kalian, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (TQS al-A’raf [7]: 31).

Islam pun memerintahkan umatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan diri maupun lingkungan sekitar. Untuk itulah Rasulullah saw. pun, misalnya, senang berwudhu, bersiwak, memakai wewangian, menggunting kuku dan membersihkan lingkungannya. 

Namun demikian, penguasa pun punya peran sentral untuk menjaga kesehatan warganya. Apalagi saat terjadi wabah penyakit menular. Tentu rakyat butuh perlindungan optimal dari penguasanya. Penguasa tidak boleh abai. Para penguasa Muslim pada masa lalu, seperti Rasulullah saw. dan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., sebagaimana riwayat di atas, telah mencontohkan bagaimana seharusnya penguasa bertanggung jawab atas segala persoalan yang mendera rakyatnya, di antaranya dalam menghadapi wabah penyakit menular. []

Hikmah:
Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ

Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentinganya (pada Hari Kiamat).
(HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi). []

KRITIK TERHADAP TOKOH, HANYA TOKOH TERSEBUT YANG BERHAK MEMBUAT LAPORAN APABILA MERASA TERGANGGU


Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H.,M.H.
(Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI & Sekjend LBH PELITA UMAT)

Ada yang bertanya kepada saya, di Polda Jabar ada laporan polisi terkait video kritik terhadap tokoh, apakah boleh orang lain yang bukan tokoh tersebut dan tidak ada kuasa dari tokoh tersebut untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

PERTAMA, Bahwa apabila tokoh tersebut merasa terganggu kehormatannya atas kritik tersebut, maka dia yang berhak membuat laporan karena delik pasal 27 ayat (3) UU ITE sesuai putusan MK No.50 Tahun 2008 adalah delik aduan (klacht).

Artinya sesuai pasal 72 KUHP, delik tersebut hanya bisa diadukan oleh orang yang menjadi korban dan tidak diwakilkan kecuali korban tidak cakap hukum (misalnya dibawah umur);

KEDUA, Bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut,  ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Dalam KUHP diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan;

KETIGA, bahwa konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan.

Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari Informasi atau Dokumen Elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Sehingga orang lain dan/atau orang yang tidak mendapatkan surat kuasa dari tokoh tersebut maka tidak memiliki kekuatan hukum atau dasar hukum untuk melaporkan. Maka atas dasar itu, demi hukum laporan tersebut tak bernilai dan wajib dikesampingkan.

Wallahualam bishawab
IG/Telegram @chansrapurnairawan

Kamis, 06 Februari 2020

DARI “SEL PERTAMA” HINGGA TERBENTUK “JAMAAH DAKWAH”


Oleh: KH Hafidz Abdurrahman

Saat usia Muhammad saw. telah memasuki 40 tahun, setelah sebelumnya, sejak umur 38 tahun, melakukan uzlah di Gua Hira’, untuk melakukan tahannuts, momentum yang luar biasa itu pun datang. Jibril yang saat itu menyapanya, dalam satu riwayat menyebutkan di dalam mimpi, dan dalam riwayat lain, ketika terjaga.

Saat itu, Jibril memerintahkan kepadanya, “Bacalah, wahai Muhammad!” Baginda saw. menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Permintaan yang sama diulanginya hingga tiga kali, dan baginda saw. tetap dengan jawaban yang sama. 

Jibril pun mengajarinya membaca, “Iqra’ bismi Rabbika al-Ladzi khalaq..” [Bacalah dengan menyebut asma Tuhanmu, yang telah menciptakan]. Saat itu, Muhammad saw. pun menirukannya. Itulah ayat dan surat pertama yang diturunkan oleh Allah kepadanya melalui Jibril as. Dengan turunnya Q.s. al-‘Alaq ini menandai diutusnya Muhammad saw. sebagai Nabi. Setelah itu, baru Allah turunkan Q.s. al-Mudatstsir, yang menitahkan pengukuhannya sebagai Rasul. Dengan demikian, resmilah Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul. 

Setelah peristiwa itu, Nabi Muhammad saw. pun naik di atas bukit Shafa, sebagaimana dituturkan oleh Ibn Atsir, dalam kitabnya, al-Kamil fi at-Tarikh, menyampaikan pidato pertama, “Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan pernah membohongi orang yang dipimpinnya. Percayakah kalian, jika aku katakan bahwa di balik bukit itu ada kuda yang berlari?” Mereka pun menjawab, “Percaya.” Nabi saw. melanjutkan, “Apakah kalian percaya, jika aku sampaikan bahwa aku adalah Nabi yang diutus oleh Allah kepada kalian?” Inilah pidato pertama kali yang disampaikan oleh Nabi saw. di atas bukit Shafa.

Dalam riwayat lain, Nabi saw. naik di atas bukit Ajyad, seraya mengatakan, “Wahai kaum Quraisy, ucapkanlah satu kata, yang jika kalian sanggup memberikannya, maka seluruh bangsa Arab akan tunduk kepada kalian, dan orang-orang non Arab akan membayar jizyah kepada kalian.” Mereka bertanya, “Gerangan apakah satu kata itu?” Nabi saw. menjawab, “Ucapkanlah, Lailaha illa-Llah Muhammad Rasulullah.” Itulah inti, ruh dan rahasia ajaran dan risalah yang dibawa dan diemban oleh Rasulullah saw. Itulah akidah Islam, yang merupakan ideologi dan kaidah berpikir yang digunakan oleh Nabi saw. untuk membangkitkan bangsa Arab. 

Karena itu, Nabi Muhammad saw. merupakan sel pertama [hilyah ula] dalam dakwah Islam, dan orang pertama yang mendapatkan petunjuk tentang Islam dan ideologinya. Setelah itu, Nabi Muhammad pun mengajak isteri tercintanya, Khadijah binti Khuwailid ra. untuk memeluk Islam, sebagaimana yang diyakini suaminya. Khadijah pun memeluk Islam di hadapan suaminya. Khadijah pun menjadi sel kedua dalam dakwah ini. Setelah itu, Nabi saw. pun mengajak teman baiknya, Abu Bakar as-Shiddiq ra untuk memeluk Islam. Dia pun menyambut baik ajakan sahabat karibnya itu. Setelah Abu Bakar meyakini Islam, sebagaimana keyakinan sahabat karibnya itu, maka Abu Bakar itu menjadi sel ketiga. 

Begitu seterusnya, sampai sel-sel tersebut berkembang, lalu dihimpun oleh Nabi saw. dalam sebuah halqah. Abu Bakar, adalah orang yang sangat mudah bergaul dengan orang, dan banyak teman. Karena itu, melalui Abu Bakar inilah, beberapa orang Quraisy yang kemudian menjadi sahabat Nabi, mendapat hidayah, dan akhirnya masuk Islam. Mereka adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Utsman bin Madh’un, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin al-‘Awwam, dan sebagainya. Sel-sel sebelumnya pun dibentuk menjadi halqah ula [halqah pertama]. 

Setelah terbentuk halqah pertama, maka terbentuklah halqah kedua, ketiga dan seterusnya. Mereka dibina, baik secara langsung oleh Rasulullah saw. maupun tidak langsung, melalui orang-orang yang terlebih dulu masuk Islam, dan ditugaskan Rasul untuk membina halqah-halqah ini. Ini seperti yang dilakukan oleh Nabi saw. saat mengutus Hubab bin al-Art untuk mengisi di rumah Sa’id bin Zaid dan Fatimah, adik kandung ‘Umar bin al-Khatthab. Sementara ‘Umar sendiri saat itu belum masuk Islam. Pembinaan-pembinaan ini berlangsung di rumah-rumah, di dekat bukit Shafa, bahkan kadang di dekat Ka’bah. 

Pembinaan-pembinaan dalam bentuk halqah, atau kelompok kecil ini dilakukan secara intensif. Materinya bisa dilihat pada ayat-ayat yang terkandung dalam surat Makkiyah. Isinya tentang akidah, mengkritisi praktik muamalah yang rusak di tengah masyarakat, dan bagaimana seharusnya menurut Islam. Selain pembinaan-pembinaan intensif dalam halqah, mereka juga dikumpulkan oleh Nabi saw. di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam, yang letaknya di bawah lereng bukit Shafa. 

Pembinaan-pembinaan yang dilakukan oleh Nabi saw. dan para sahabat ini pun sembunyi-sembunyi. Ketika mereka hendak menunaikan shalat, mereka pun harus menunaikannya dengan sembunyi-sembunyi, sampai di lembah-lembah di sekitar Makkah. Pernah suatu ketika, waktu itu Sa’ad bin Abi Waqqash sedang mengerjakan shalat, tiba-tiba ada orang Kafir yang menertawakan shalat Sa’ad, maka selesai shalat, orang itu pun dipukul oleh Sa’ad dengan tulang unta hingga terkapar bermandikan darah, dan akhirnya meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi, sebelum dakwah Nabi saw. dan para sahabat dilakukan secara terbuka.

Hanya saja yang perlu dicatat, jika aktivitas mereka dilakukan sembunyi-sembunyi, tidak berarti bahwa dakwah mereka lakukan dengan sembunyi-sembunyi. Tentu tidak. Karena dakwah harus tetap terus terang, terbuka, menantang, dan agresif. Itulah ciri khas dakwah. Namun, ketika itu yang disembunyikan adalah organisasi [kutlah] dan orang-orang-nya. Saat itu, orang-orang yang memeluk Islam didominasi oleh anak-anak muda, yang usianya 20 tahun ke bawah. 

Lihat saja, ‘Ali bin Abi Thalib umurnya ketika itu baru 8 tahun, Zubair bin al-‘Awwam 8 tahun, Thalhah bin ‘Ubaidillah 11 tahun, al-Arqam bin Abi al-Arqam 12 tahun, ‘Abdullah bin Mas’ud 14 tahun, Sa’id bin Zaid 20 tahun kurang, Sa’ad bin Abi Waqqash 17 tahun, Mas’ud bin Rabi’ah 17 tahun, Ja’far bin Abi Thalib 18 tahun, Shuhaib ar-Rumi 20 tahun kurang, Zaid bin Haritsah 20 tahun pas, ‘Utsman bin ‘Affan 20 tahun pas, Thalib bin ‘Umair 20 tahun pas, Hubab bin al-Art 20 tahun pas, ‘Amir bin Fakhirah 21 tahun, Mush’ab bin ‘Umair 24 tahun, al-Miqdad bin al-Aswad 24 tahun, ‘Abdullah bin Jahsy 25 tahun, ‘Umar bin al-Khatthab 26 tahun, Abu ‘Ubaidah al-Jarrah 27 tahun, ‘Utbah bin Ghazwan 27 tahun, Abu Bakar as-Shiddiq 37 tahun, dan begitu seterusnya. 

Rata-rata usia mereka masih muda. Mereka ini dibina secara intensif oleh Nabi saw. secara sembunyi-sembunyi, dari rumah ke rumah, atau di tempat-tempat tertentu yang ditetapkan oleh Nabi. Meskipun dakwah menyampaikan pemikiran dilakukan secara apa adanya, terbuka, dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Setelah proses pembinaan yang dilakukan oleh Nabi saw. ini dianggap matang, dan mereka pun siap mengemban dakwah keluar secara lebih terbuka, ofensif dan menantang, ditambah dengan masuk Islamnya dua orang yang menjadi Ahl an-Nushrah, yaitu ‘Umar bin al-Khatthab dan Hamzah bin ‘Abdul Muthallib, maka Allah pun turunkan Q.s. al-Hijr, “Sampaikanlah secara terbuka apa yang telah dititahkan kepadamu, dan tentanglah orang-orang Musyrik.” 

Setelah itu, Nabi saw. dan para sahabat, berbaris dan melakukan thawaf, mengelilingi Ka’bah, dalam dua shaf. Satu shaf dipimpin oleh ‘Umar bin al-Khatthab, dan satu shaf lagi dipimpin oleh Hamzah bin ‘Abdul Muthallib. Peristiwa ini terjadi setelah turunya Q.s. al-Hijr, pada tahun ke 3 kenabian. ‘Umar bin al-Khatthab dan Hamzah masuk Islam, dalam kitab al-Mulk wa al-Umam, karya at-Thabari, disebutkan tahun ke 5 kenabian. Dengan demikian, peristiwa ini kemungkinan besar dilakukan tahun ke 5 kenabian, sekaligus menandai era baru, Tafa’ul ma’a al-ummah [interaksi dengan umat]. Pada saat yang sama, ini sekaligus menandai terbentuknya kultah dakwah, yang kemudian disebut Hizbu ar-Rasul.

Selasa, 04 Februari 2020

WAJIB MENGIKUTI SISTEM PEMERINTAHAN WARISAN NABI SAW

Buletin Kaffah, No. 126, 05 Jumada ats-Tsaniyah, 1441 H-31 Januari 2020 M


Lagi-lagi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD melontarkan pernyataan kontroversial, bahkan “radikal”. Kali ini dia menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad saw. adalah haram (NU Online, 25/01/2020).

Alasan Mahfudz MD, karena negara yang didirikan Nabi saw. adalah teokrasi. Nabi saw. merangkap tiga kekuasaan sekaligus yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif yang langsung dibimbing oleh Allah SWT. Kata dia, karena Nabi saw. sudah tidak ada, maka sekarang tidak bisa ada lagi negara seperti yang didirikan beliau. 

Logika Mahfudz MD ini tentu ngawur. Pasalnya, Nabi Muhammad saw. telah mencontohkan dengan lengkap melalui Sunnahnya berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya sistem pemerintahan.  Fakta-fakta baru pun mampu diselesaikan oleh Islam dengan seluruh perangkat hukumnya yaitu al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas.

Pernyataan Mahfudz MD ini juga berbahaya. Pasalnya, dengan logika yang sama, karena Nabi Muhammad saw. sudah tidak ada, maka hukum Islam lainnya yang pernah diajarkan dan dipraktikkan Nabi Muhammad saw. seperti shalat, puasa, zakat, haji, hukum waris, jilbab bagi Muslimah, hukum potong tangan bagi pencuri dan yang lainnya bisa menjadi tidak wajib bahkan menjadi “haram”. 
    
Kedudukan Sunnah Nabi Muhammad saw. Dalam Hukum Islam

Sunnah Nabi Muhammad saw. —yakni perkataan, perbuatan dan persetujuan beliau— adalah salah satu sumber hukum Islam yang sangat penting dan termasuk masalah pokok (ushul).

As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang nilai kebenarannya sama dengan al-Qur'an karena sama-sama berasal dari wahyu. Allah SWT berfirman:

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَى

Tidaklah yang dia  (Muhammad) ucapkan itu menuruti kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepada dirinya) (TQS an-Najm [53]:3-4).

Maknanya, apa pun yang disampaikan Nabi Muhammad saw. (al-Quran dan as-Sunnah) bersumber dari wahyu Allah SWT. Bukan dari dirinya maupun kemauan hawa nafsunya.  Allah SWT pun menegaskan:

إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ

Aku (Muhammad) tidaklah mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepada diriku (TQS al-An’am [6]: 50).

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami dan diyakini bahwa kehujjahan Sunnah Nabi Muhammad saw. sebagai sumber hukum Islam adalah pasti (qath’i).

Oleh karena itu seorang Muslim wajib mencintai dan mengamalkan Sunnah Nabi saw. Termasuk Sunnah Nabi terkait sistem pemerintahan. Sunnah Nabi Muhammad saw. harus didahulukan di atas ucapan manusia, adat, kebiasaan termasuk kesepakatan manusia. 

Karena itu seorang Muslim harus berhati-hati, jangan sampai menolak Sunnah Nabi Muhammad saw., termasuk sistem pemerintahan yang beliau praktikkan, karena sikap demikian merupakan salah satu tanda riddah (murtad) (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 65).

Wajib Mengkuti Sistem Pemerintahan Warisan Nabi Muhammad saw.

Sistem pemerintahan warisan Nabi Muhammad saw. adalah Khilafah. Sistem Khilafah wajib diikuti. Nabi saw. bersabda:

أُوصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ فَتَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Aku mewasiatkan kepada kalian, hendaklah kalian selalu bertakwa kepada Allah, mendengar dan menaati (pemimpin) sekalipun ia seorang budak Habsyi. Sebab sungguh siapapun dari kalian yang berumur panjang sesudahku akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah pada Sunnah itu dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham. Jauhilah perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid‘ah adalah kesesatan (HR Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibn Majah).


Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini berturut-turut dari Walid bin Muslim, dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma‘dan, dari Abdurrahman bin Amr as-Sulami dan Hujr bin Hujr. Keduanya berkata: 

Kami pernah mendatangi al-‘Irbadhi bin Sariyah. Lalu al-‘Irbadhi berkata, “Suatu hari Rasulullah saw. mengimami kami shalat subuh. Beliau kemudian menghadap kepada kami dan menasihati kami dengan satu nasihat mendalam yang menyebabkan air mata bercucuran dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini seakan merupakan nasihat perpisahan. Lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami?’”

Kemudian beliau bersabda dengan hadis di atas.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur yang lain, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Hibban dalam Shahih Ibn Hibban, juga al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘ala Shahihayn dan  ia berkomentar, “Hadis ini sahih.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Baihaqi al-Kubra.

Dalam hadis di atas Rasul saw. berpesan, “Aku mewasiatkan kepada kalian, hendaklah selalu bertakwa kepada Allah.” Ini menunjukkan kewajiban bertakwa secara mutlak; dalam hal apa saja, di mana saja dan kapan saja.

Kemudian beliau bersabda, “Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah pada Sunnah itu dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham.” 

Sunnah dalam hadis ini menggunakan makna bahasanya, yaitu thariqah (jalan/jejak langkah). Dalam hadis ini, Nabi saw. memerintah kita untuk mengambil dan berpegang teguh dengan jejak langkah beliau dan Khulafaur Rasyidin. Perintah ini tentu mencakup masalah sistem kepemimpinan. Sebab konteks pembicaraan hadis ini adalah masalah kepemimpinan. Artinya, hadis ini merupakan perintah agar kita mengikuti corak dan sistem kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, yaitu sistem Khilafah. Beliau sangat menekankan perintah ini dengan melukiskan (dengan bahasa kiasan) agar kita menggigitnya dengan gigi geraham.

Para ulama juga telah mengulas masalah ini secara global. Istilah Khilafah sering diungkapkan oleh para ulama dengan istilah Imamah, yakni al-Imamah al-’Uzhma (Kepemimpinan Agung). Khilafah dan Imamah adalah sinonim (mutaradif) karena esensinya sama, yakni kepemimpinan Islam. 

Imam al-Mawardi asy-Syafii mengatakan:

اَلإِمَامَةُ مَوْضُوَعَةٌ لِخِلاَفَةِ النُّبُوَّةِ فِي حَرَاسَةِ الدِّيْنِ وَ سِيَاسَةِ الدُّنْيَا بِهِ

Imamah itu menduduki posisi Khilafah Nubuwwah dalam memelihara agama (Islam) dan pengaturan urusan dunia dengan agama (Islam).

Imam an-Nawawi asy-Syafii juga berpendapat:

اَلْفَصْلُ الثَّانِي فِيْ وُجُوْبِ اْلإِمَامَةِ وَ بَيَانِ طُرُقِهَا: لاَ بُدَّ لِلْأُمَّةِ مِنْ إِمَامٍ يُقِيْمُ الدِّيْنَ وَ يَنْصُرُ السُّنَّةَ وَ يَنْتَصِفُ لِلْمَظْلُوْمِيْنَ وَ يَسْتَوْفِي اْلحُقُوْقَ وَ يَضَعُهَا مَوَاضِعَهَا. قُلْتُ تَوْلِي اْلإِمَامَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ…

Pasal kedua tentang kewajiban adanya Imamah dan penjelasan mengenai metode (untuk mewujudkan)-nya: Umat Islam harus memiliki seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong Sunnah, membela orang yang dizalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hak itu pada tempatnya. Saya mennyatakan bahwa menegakkan Imamah (Khilafah) itu adalah fardhu kifayah.

Khatimah

Alhasil, jelas bahwa sistem pemerintahan Islam warisan Nabi Muhammad saw. adalah Khilafah.  Tepatnya Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Khilafah menempatkan kedaulatan tertinggi di tangan syariah (Allah SWT). 

Khilafah dipimpin oleh seorang khalifah yang dipilih dan diangkat oleh umat dengan akad baiat.  Khalifah diangkat bukan dengan cek kosong, tetapi dengan tugas untuk melaksanakan syariah Islam secara kaffah.  Khalifah wajib menerapkan hukum syariah Islam di tengah-tengah umat sehingga terwujud masyarakat Islam. 

Melalui penerapan syariah Islam, Khalifah harus memastikan dan menjamin pemenuhan enam kebutuhan dasar warganya secara layak yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.  Khalifah juga harus melakukan politik luar negeri dalam bentuk dakwah dan jihad.  

Khalifah tentu bukan manusia yang suci dan lepas dari dosa. Oleh karena itu Khalifah wajib dikoreksi dan dinasihati oleh umat bila menyimpang dari ketentuan syariah Islam. Bila Khalifah melakukan kesalahan dan penyimpangan maka dia wajib diadili di Mahkamah Mazhalim sebagai salah satu bagian dari struktur pemerintahan Khilafah.

Dengan paparan sekilas di atas maka Sistem Pemerintahan Islam, yaitu Khilafah, akan terhindar dari kepentingan partai politik seperti dalam sistem demokrasi yang cenderung korup. Khilafah juga menjamin kepastian hukum dan membawa kesejahteraan rakyat. []

Hikmah:

Profesor Dr. Wahbah az-Zuhaili menyatakan:

وَ إِنْكَارُ حُكْمٍ مِنْ أَحْكَامِ الشَّرِيْعَةِ الَّتِي ثُبِتَتْ بِدَلِيْلٍ قَطْعِيٍّ، أَوْ زَعْمُ قَسْوَةِ حُكْمِ مَا كَالْحُدُوْدِ مَثَلاً، أَوْ اِدْعَاءُ عَدَمِ صَلاَحِيَّةِ الشَّرِيْعَةِ لِلتَّطْبِيْقِ يُعْتَبَرُ كُفْراً وَ رِدَّةً عَنِ اْلإِسْلاَمِ. أَمَّا إِنْكَارُ اْلأَحْكَامِ الثَّابِتَةِ بِاْلإِجْتِهَادِ اْلمبَنْيِ عَلَى غَلَبَةِ الظَّنِّ فَهُوَ مَعْصِيَّةٌ وَ فِسْقٌ وَ ظُلْمٌ.

Mengingkari salah satu hukum dari hukum-hukum syariah yang ditetapkan berdasarkan dalil qath’i, atau menyakini keburukan hukum syariah apapun itu, hudud misalnya, atau menuduh ketidaklayakan hukum syariah untuk diterapkan, semua itu dinilai sebagai kekufuran dan murtad dari Islam.  Adapun pengingkaran terhadap hukum yang ditetapkan dengan ijtihad yang dibangun di atas dugaan kuat (ghalabah azh-zhann) adalah kemaksiatan, kefasikan dan kezaliman. (Syaikh Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1/25). []

Senin, 03 Februari 2020

MOMENTUM HARI HAM DAN ANTI KORUPSI HANYALAH TUPOKSI KALASE PBB


Oleh: Fajaruddin M
(Kadiv Kastra GEMA Pembebasan Komisariat UMI)

Setelah PBB menetapkan pada tanggal 09 Desember sebagai hari Peringatan Anti Korupsi dan 10 Desember sebagai hari Peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) pada tahun 2003, momentum akbar tersebut terus dilakukan tiap tahunnya.

Pagelaran internasional tersebut selalu menampakkan tuntutan yang sama. Padahal tidak ada satupun dari tuntutan tersebut yang terealisasi jika itu bertentangan dengan kepentingan pemangku kebijakan.

Parahnya, aktivis HAM dan demokrasi masih saja nyaman beromantisme dengan hal tersebut. Tanpa mau menela'ah lebih jauh, penyebab utama adanya hal yang jadi bahan tuntutan.

Dalam skala nasional saja, sejak era kemerdekaan masih terdapat beberapa kasus mega kurupsi yang tidak pernah terselesaikan hingga saat ini. Sebut saja BLBI, Bank Century, dll., bahkan para koruptor yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani masa tahan, bisa dikatakan hanyalah kedok untuk merebut kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.

Padahal mereka (koruptor) justru diperlakukan sangat istimewah, mulai dari hukuman yang tidak setimpal sampai fasilitas mewah diberikan kepada mereka dalam tahanan.

Bahkan kebijakan yang terbaru sangat mencengangkan, dimana mereka diberikan masa garansi untuk bisa berlenggok menikmati indahnya dunia bebas.

Belum lagi kasus kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina, Uyghur, Myanmar, dan dibeberpa wilayah lainnya, tidak ada satupun tindakan yang jelas dari pemangku kebijakan, dalam hal ini PBB sebagai otoritas tertinggi (saat ini) dalam penanggung jawab keamanan dunia.

Padahal untuk kasus pelanggaran hukum dan HAM oleh Israel terhadap palestina, Dilansir Rt Arabic, Lembaga PBB untuk penyelidikan pelanggaran HAM di Palestina, dalam konferensi pers, Senin (23/06/2019) mengatakan bahwa pihaknya prihatin dengan tingginya ekspansi permukiman  ilegal serta tindak kekerasan pasukan pendudukan Israel (IDF) yang menghilangkan nyawa warga dan anak-anak Palestina di bawah umur.

Sementara itu, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Michelle Bachelet, mengatakan bahwa Israel terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dalam aksi Great March of Return di Jalur Gaza sejak Maret 2018.

Sangat disayangkan memang, PBB yang otoritasnya sebagai pion perdamaian dunia, hanya mampu memberikan rasa prihatinnya terhadap kasus kemanusiaan yang menimpa umat muslim di berbagai belahan dunia. Walaupun telah terbukti melakukan pelanggaran hukum internasional, negara kafir penjajah tidak pernah diproses lebih jauh. Maka disini peran organisasi Islam internasional, OKI sangat dipertanyakan kemaslahatannya bagi umat muslim diseluruh dunia.

Foto: Fajaruddin M.

Berbeda halnya jika negara atau orang-orang kafir yang mengalami pelanggaran HAM. Maka PBB dan aktivis HAM diseluruh dunia akan serentak melakukan unjuk rasa untuk menuntut keadilan. Sehingga, bisa kita lihat dengan sangat jelas standar ganda yang dilakukan oleh PBB, aktivis HAM dan demokrasi.

Maka, kita sebagai kaum muslim harus melihat lebih jelih lagi, bahwa mentum hari anti korupsi dan hak asasi manusia hanyalah tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) PBB dalam melakukan kalase untuk mengelabui perhatian umat Islam. Kenapa umat Islam? Karena mereka sadar bahwa peradaban yang bisa menggoyahkan singgasana PBB yang tidak lain hanyalah manifestasi dari kedigdayaan Amerika Serikat, hanyalah peradaban Islam.

Mereka selalu memberikan kita slogan, perayaan, yang tidak lain maksudnya ialah untuk menumbuhkan harapan kita terhadap ideologi yang mereka kendalikan, yaitu demokerasi kapitalisme.

Tak bisa dipungkiri, berbagai momentum yang ada tiada lain merupakan eufemisme dari bobroknya sistem hari ini. Lihat saja rumusan trias politika yang diadopsi dari Montesque seorang pemiki cerdas dari Prancis.

Rumusan tersebut awalnya sebagaimana menurut Montesque, agar negara tidak otoriter, kekuasaan tidak boleh berpusat pada satu atau sekelompok orang saja. Oleh karena itu, Montesque menyarankan agar pembuat undang-undang (Legislatif), pelaksana undang-undang (Eksekutif), haruslah orang yang berbeda. Maka lahirlah trias politika: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.

Secara logika, untuk membasmi teori tersebut (trias politika) haruslah orang yang cerdas, minimal lebih cerdas dari sang perumus, Montesque. Namun sayang, logika bukanlan metode berfikir yang tepat untuk menghukumi sesuatu. Buktinya, tak perlu orang yang sangat hebat, hanya butuh seorang nenek tua untuk melumpuhkan trias politika.

Dengan cerdiknya, Dia mengumpulkan tiga kekuasaan yang terpisahkan dalam satu tangannya. Pimpinan eksekutif diserahkan kepada petugas partainya, pimpinan legislatif diserahkan kepada anak emasnya, sementara yudikatif berada dalam kerabat karibnya. Maka, selesailah sudah teori trias politika yang dibangun dengan kecerdasan intelektual sang pemikir.

Itu merupakan kebobrokan dari segi trias politikanya, belum lagi para penyelenggara kebijakan, produk hukum, mekanisme untuk menjalankan roda pemerintahan, dll., semuanya tidak terlepas dari genggaman sang donatur, sebut saja si kapitalis. Termasuk si nenek tua yang menggenggam trias politika.

Maka, sudah sepantasnya tidak ada lagi kepercayaan terhadap sistem yang bobrok ini. Dan sudah seharusnya, arah perjuangan yang kita lakukan bukan lagi hanya sekedar untuk memeriahkan momentum omong kosong ini. Melainkan harus fokuskan pada perlawanan untuk menghancurkan hegemoni kaum kafir penjajah.

Wallahua'lam....

KONTROVERSIAL RUU KUHP TENTANG PERZINAHAN


Oleh: ARUNG SAMUDRA
(Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar)

RUU KUHP Tentang Perzinahan adalah salah satu diantara bentukan hukum yang menjadikan ribuan mahasiswa dan aliansi LSM turun kejalan untuk menyatakan menolak. Diketahui, isi dalam RUU KUHP tentang perzinahan telah diubah maknanya. yang dulu sempit kini diperluas. Makna perzinahan yang dulu termaktub di dalam KUHP pasal 284  dengan penjelasan bahwa yang  dimaksud dengan perzinahan adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah menikah dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya, persetubuhan yang dimaksud adalah suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

Sementara itu, di RUU KUHP pasal 484  tentang perzinahan mencantumkan defisininya tidak hanya sebatas laki-laki atau perempuan dengan laki-laki atau perempuan yang sudah beristri atau bersuami. Namun, laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan sex di luar nikah dalam keadaan suka sama suka itu termasuk dalam kategori perzinahan.

Perluasan makna perzinahan  inilah yang kemudian menimbulkan perdebatan. sehingga Presiden menghendaki agar RUU KUHP termasuk pasal 484 tentang perzinahan ditunda untuk disahkan sebagai undang-undang RI.

Jika mencermati berbagai media informasi bahwa alasan beberapa orang menolak ditetapkannya RUU KUHP tentang perzinahan sebagai undang-undang adalah diantaranya berpotensi mengkriminalisasi pasangan tanpa akta pernikahan, kriminalisasi privasi warga negara, nikah siri atau adat terancam pidana, korban pemerkosaan yang tidak bisa dibuktikan untuk unsur paksaan beresiko terjerat delik zina, tidak melindungi anak korban pelecehan seksual.

Disisi yang lain bagi kaum yang setuju ditetapkannya RUU KUHP tentang perzinahan beralasan  demi terwujudnya kepastian hukum, menekan angka perselingkuhan, menindak perilaku kumpul kebo, mengantisipasi angka persekusi. Begitu juga terlihat kekurangan di pasal 284 KUHP tentang perzinahan bersifat delik absolut. Maksudnya, seorang laki-laki tidak dapat mengadukan laki-laki yang berzinah dengan istrinya agar di tuntut, kecuali hanya istrinya dapat diadukan dan dituntut.

Melihat dinamika perkembangan sosial di indonesia. Kehidupan masyarakat semakin kompleks. Membuat prihal perzinahan sudah tidak dapat dielakkan lagi. Bahwa sudah menjadi suatu hal yang biasa meski pun ada aturan dalam pasal 284 KUHP tentang perzinahan yang berlaku. Namun hukum itu tidak mampu untuk meminimalisir perzinahan bebas yang terjadi di masyarakat. Sebab ruang lingkup pasal tersebut yang sangat sempit memaknai perzinaan. Karena makna perzinaan itu lahir dari perspektif orang belanda. Sementara masyarakat indonesia mayoritas berkultur islam.

Hukum tentang perzinaan sangatlah penting karena menyangkut orientasi kehidupan sosial. Bagaimana kemudian agar masyarakat terjamin budi pekertinya, akhlak dan kehormatannya dalam aktivitas interaksi dengan lawan jenis. Kalau pasal 284 KUHP dipertahankan tentang perzinahan tidaklah tepat karena tidak sesuai dengan jiwa bangsa.

Sebelum indonesia menjadi negara kesatuan. Nusantara pernah dihuni oleh kesultanan-kesultan Islam. Di Sulawesi Selatan ada kesultanan Gowa, di Maluku ada kesultanan Ternate, di Sumatera ada kesultanan Aceh, di Jawa ada kesultanan Demak, di Melayu ada kesultanan Malaka, di NTB ada kesultanan Bima dan kesultanan kecil lainnya yang memiliki wilayah di semenanjung Nusantara.
Semua kesultanan itu menjadikan syariat Islam sebagai aturan resmi kekuasaanya. Demikian membuktikan bahwa jiwa bangsa Indonesia sebenarnya adalah nilai yang bersumber dari hukum Islam (Al-Qur'an dan Sunnah). Hanya setelah kedatangan portugis dan belanda lah yang mengubah hukum Islam menjadi hukum sekuler.

Oleh karena itu, perdebatan RUU KUHP tentang perzinahan mesti dikembalikan ke historis-sosiologis masyarakat Indonesia. Nilai-nilai yang berkembang dan menjadi jiwa bangsa harus dikembalikan kepada porsinya sejak dini yakni Syariat Islam yang mengharamkan perzinahan. Adapun persoalan delik aduan, tata cara pelaksanaannya dan juga pihak yang diberi kewenangan untuk melakukan pengaduan, begitu pun dengan perdebatan yang bersifat asumsi, Itu adalah pembahasan teknis yang bisa diselesaikan.

Namun hal yang esensial melarang perzinahan laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam pernikahan harus diterapkan. Sebab fungsi hukum pidana tidak sebatas menghukum, tapi juga sebagai upaya preventif, tujuannya,semata-mata demi terwujudnya masyarakat yang beradab.

Wallahu'alam...

SENGKETA LAUT CHINA SELATAN: INDONESIA DILEMA!!!


Oleh: Rahman Adira
(Ketua GEMA Pembebasan Komisariat UMI)

Kedaulatan Indonesia sedang dirong-rong, dengan insiden masuknya beberapa kapal nelayan negeri tirai bambu yang dikawal kapal Coast Guard, yang terdeteksi masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE) Natuna secara ilegal, membuat hubungan Indonesia-China memanas.

Dalam mempertahankan integritas teritorial dapat ditempuh cara damai atau penggunaan kekuatan. Tersedia juga pilihan untuk mempertahankan status quo di wilayah sengketa tersebut  atau sama-sama mengelolanya. Langkah-langkah yang digunakan Indonesia untuk menyelesaikan sengketa di Natuna dengan China bisa lewat Mahkamah Internasional, perang militer dan diplomasi antara dua negara. Namun ada yang perlu diperhatikan sebelum mengambil langkah-langkah tersebut agar negara ini tidak salah strategi dalam mengambil keputusan.

MAHKAMAH INTERNASIONAL

Bukan hanya dengan Indonesia, China bersengketa dengan lima negara di Asia Tenggara yang perbatasan lautnya berada di Laut China Selatan. Termasuk Malaysia, Vietnam dan Filipina.

Mahkamah Internasional bisa menjadi pilihan untuk menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan, antara Indonesia dan China. Indonesia bisa meniru sikap negara tetangga yaitu Malaysia yang akan melaporkan kasus sengketa dengan China ke PBB.

Jangan pernah pergi kemeja perundingan kalau belum siap. Indonesia perna mengalami cerita pahit di Mahkamah Internasional. Ketika kasus pulau Sipadan dan Ligitan yang diklaem oleh Malaysia. Seharusnya itu menjadi pelajaran yang berharga bagi bangsa ini.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa dasar hukum Internasional yang kita kedepankan untuk membangun argumentasi terkait sengketa di Natuna yaitu Konvensi UNCLOS (United Nations Convention Of the Law of the Sea). Padahal convensi UNCLOS yang di gunakan pada saat di Mahkamah Internasional ketika Indonesia bersengketa dengan Malaysia terkait pulau Sipadan dan Ligitan. Yang akhirnya keputusan Mahkamah Internasional adalah pulau Ligitan dan sipadan menjadi milik Malaysia.

Hari ini pun ketika Indonesia bersengketa dengan China di Natuna tidak menutup kemungkinan ketika kasus ini di bawah ke meja Mahkamah Internasional dengan argumentasi yang sama, maka China akan dimenangkan dengan Argumentasi Nine-Dash Line serta konsep traditional fishing grounds. Walaupun UNCLOS tidak mengenal istilah konsep “traditional fishing grounds”. Serta tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982. Lantas bagaimana dengan cara angkat senjata?

PERANG MILITER

Perang militer adalah salah satu pilihan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan sengketa di pulau Natuna. Dalam bukunya Muhammad Musa menulis unsur-unsur kekuatan negara, yaitu pertama; Pandangan Hidup (Way of Life), kedua; Faktor Ekonomi Dan Teknologi, ketiga; Faktor Demografi, keempat; Kekuatan Militer, kelima; Faktor Geografi, dan yang terakhir adalah Diplomasi. Militer adalah salah satu unsur kekuatan negara, maka ketika terjadi perang kedua negara akan saling menjukan kekuatannya masing-masing.

Satu catatan penting yang ditulis oleh Muhammad Musa yaitu  "Kekuatan ekonomi adalah jantung kekuatan, dimana kekuatan tersebut dengan cepat akan berubah menjadi kekuatan militer.

Teknologi juga merepresetasikan awal kekuatan negara yang solid yang dari sanalah kekuatan militer lahir. Ini harus menjadi perhatian bagi negara Indonesia ketika ingin berperang untuk menyelesaikan sengketa di Natuna, Yaitu kekuatan Ekonomi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa China adalah Negara ekonomi  terkuat kedua setelah AS, dengan GDP/PDB 13,6 triliun USD pada tahun 2018. Bahkan sebagian ekonom menganalisis, China berpotensi  menggeser AS menjadi negara adidaya.

Lantas bagaimana dengan Perekonomian Indonesia?

Sebagaimana yang dilansir dari Merdeka.com -Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2018 sebesar USD 3.927 atau sekitar Rp 56 juta/kapita per tahun.

Implikasi dari perkembangan Ekonomi yaitu adanya alokasi anggaran untuk pertahanan negara. Sebagaimana yang disampaikan oleh Zhang Yesui, juru bicara Kongres Rakyat Nasional (NPC), anggaran pertahanan 2018 akan menjadi 1,11 triliun yuan atau setara Rp2.500 triliun. Ini adalah anggaran yang cukup besar, jadi tidak heran jika China menjadi negara dengan Ekonomi terkuat kedua di dunia dan menjadikan militernya yang terkuat.

Sedangkan Indonesia untuk anggaran pertahanan, TEMPO.CO, Jakarta - Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020, Kementerian Pertahanan tercatat memperoleh alokasi anggaran terbesar, yakni sebesar Rp 126,9 triliun. Angka itu naik bila dibandingkan dengan alokasi anggaran pada 2019 sebesar Rp 106,1 triliun. Adapun pada 2018, belanja pertahanan negara mencapai Rp 107,7 triliun. Meski demikian, anggaran Kementerian Pertahanan tetap tercatat menjadi yang paling tinggi untuk beberapa tahun terakhir.

Anggaran yang dialokasikan China dan Indonesia untuk pertahanan begitu jauh berbeda, dalam politik perimbangan kekuatan untuk menyelesaikan sengketa di Natuna saya katakan Indonesia mampu melawan kekuatan Militer China. Lantas bagaimana? Diplomasi bisa dijadikan pilihan.

DIPLOMASI

Tidak menutup kemungkin Pemerintah lebih memilih cara diplomasi untuk menyelesaikan persoalan sengketa teritorial di Pulau Natuna dengan China, ketimbang melalui jalur Mahkamah Internasional maupun perang antar militer.

Yang perlu dipahami adalah ketika terjadi diplomasi terkait kasus Natuna berarti pemerintah sedang berunding, sedangkan perundingan adalah proses tawar-menawar, artinya akan melakukan kompromi, yang tidak lain yaitu menarik diri untuk kepentingan pihak lain dan memperoleh keuntungan akibat penarikan diri pihak lain.

Jadi dipolomasi ini merupakan aktivitas untung rugi. Adagium "seorang diplomat yang sukses adalah orang yang tidak membayar lebih dari yang dia inginkan dan tidak memperolah kurang dari apa yang dia inginkan"

Pemerintah harus mengatur strategi dengan baik untuk diplomasi, walapun persoalan Natuna tidak menutup kemungkinan pemerintah bersepakat dengan China untuk pengelolaan bersama. Suda bisa dipastikan China tidak ingin rugi dalam diplomasi serta melepaskan Natuna yang berada di laut China selatan.

Wilayah Laut China Selatan dikatakan mengandung sumber kekayaan alam yang sangat besar, meliputi kandungan minyak dan gas bumi serta kekayaan laut lainnya, juga perairan Laut China Selatan merupakan wilayah yang menjadi jalur perlintasan aktivitas pelayaran kapal-kapal internasional, terutama jalur perdagangan lintas laut yang menghubungkan jalur perdagangan Eropa, Amerika, dan Asia.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Asia.

Bukan hanya China yang tidak Ingin rugi Ketika terjadi diplomasi, tetapi Indonesia juga tidak ingin dirugikan terkait sengketa Natuna, karena jangan sampai pontensi yang dikandung  Natuna dieksploitasi oleh China, dan Indonesia tidak mendapatkan apa-apa.

Disisi lain, beberapa tahun belakang hubungan pembangunan Ekonomi dan infrastruktur antara Indonesia dan China begitu dekat. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), China memang memiliki peranan penting bagi Indonesia. Hal ini tercermin dari derasnya realisasi investasi dari negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping ke Tanah Air. Pada 2019 misalnya, China masuk dalam posisi tiga besar negara yang getol mengalirkan investasi ke dalam negeri. Tercatat, dana yang mengalir ke Indonesia mencapai US$3,31 miliar melalui 1.888 proyek.

Dampaknya membuat Indonesia dilema dalam mengambil sikap terkait sengketa di Natuna. Sengketa yang terjadi di laut China Selatan adalah pertarungan serta perebutan dominasi, antara As dan China, karena beberapa negara di Asia memiliki hubungan bilateral dengan negara AS yaitu Singapura, Philipina, dan Thailand.

Seharusnya, krisis moneter pada masa pemerintahan Soeharto menjadikan pelajaran yang begitu berharga bagi kita terkait persoalan utang.

Bagaimana tidak. Bahkan pada waktu itu, bahasa yang digunakan oleh kedua negara dalam mengatasi keuangan bangsa ini ialah "pinjaman" yang notabenennya lebih halus dari utang. Akan tetapi memiliki substansi yang sama, yaitu adanya timbal balik yang dibalut oleh bunga atau rempah perjanjian hitam diatas putih. Dimana, dengan adanya kesepakatan tersebut, sesungguhnya kedaulatan bangsa ini telah tergadaikan. Liat saja kekayaan alam kita digeruk tanpa sisah, berbagai produk undang-undang yang diberlakukan begitu banyak campur tangan pihak asing untuk memuluskan ambisiusnya, hal ini diakui langsung oleh beberapa anggota DPR RI itu sendiri.

Dengan potensi Indonesia sebagai negara dengan berpendudukan kurang lebih 80% umat muslim. Sudah seharusnya menerapkan hukum Syariah, dimana akan membasmi secara tegas berbagai macam riba (bunga bank/pinjaman) yang tidak lain merupakan racun paling mematikan yang selama ini mencekik bumi pertiwi.

Bagaimana tidak, demokrasi yang menjadi pola permainan dalam konstitusi negara hari ini justru hanya menjadi sumber malapetaka dengan kebebasan yang diberikan kepada manusia untuk berserikat tanpa mengenal ambang batas Tuhannya.

Sehingga, lahirlah berbagai macam produk pemikiran termasuk dalam hal mebuat hukum, alhasil riba pun dihalalkan.

Maka, kita tidak boleh terus terdiam, membelenggu apa lagi larut dalam dilema oleh problematika yang terus menghantam bumi pertiwi. Sudah saatnya revolusi, kita harus melihat, menerapkan suatu tatanan pemerintahan yang lain, yakni Khilafah Islamiyah.

Wallahu'alam...

MENYELESAIKAN PERSOALAN KORUPSI DI INDONESIA: REFORMASI ATAU REVOLUSI?


Oleh: Mata Pena
(Aktivis Sosial Media)

Seribu satu masalah yang dihadapi bangsa belumlah bisa diselesaikan oleh pemerintah. Sehingga kita menyadari sesuatu, bahwa bangsa ini tengah berada dalam persoalan multidimensional yang parah. Kemiskinan, pengangguran, biaya kesehatan yang mahal, dekadensi moral generasi bangsa, utang luar negeri serta persoalan lainnya.

Realitas hari ini yang kita lihat adalah buah dari reformasi, ideologi kapitalisme telah menggerogoti negara-bangsa ini, menyebabkan persoalan-persoalan yang dihadapi tidak pernah bisa diselesaikan bagaikan lingkaran setan, walapun negara-bangsa ini telah melakukan beberapa kali pergantian pemimpin.

Pemberantasan Korupsi adalah amanat dari reformasi karena rakyat menghendaki pemberantasan KKN pada masa Orba. Korupsi merupakan suatu penyakit sosial yang diidap oleh elip politik hari ini yang telah menyebabkan negara merugi triliunan rupiah.

Tahun 2020 reformasi hampir berumur 22 tahun sejak tahun 1998, persoalan korupsi yang terjadi dinegeri ini belum bisa diselesaikan. Bahkan awal tahun ini kita dihebohkan dengan kasus Jiwasraya yang diduga dirampok, dengan kerugian 10 triliun lebih, jumlah ini lebih besar dari pada kasus bank Century dengan kerugian negara akibat kasus itu dari hasil pemeriksaan BPK dalam LHP itu terkuak, ternyata uang negara mencapai Rp7,4 triliun.

Dan yang terbaru adalah apa yang menimpa Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Sehingga pada akhirnya menyandang status tersangka di KPK. Dia diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan Pergantian Antar-Waktu (PAW) Anggota DPR dari PDIP. Kasus tukar guling jabatan inilah yang telah menyeret PDIP.

PDIP adalah Partai yang terkenal dengan sikap anti terhadap tindakan Korupsi. Tapi Partai ini seolah memiliki sikap ambivalensi terkait korupsi, disisi lain benci tapi para kadernya banyak yang terlibat kasus korupsi.

Mengutip sumber dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Detik.com, sejak Era reformasi bergulir, tepatnya dari 2002 hingga 2017, tercatat telah terjadi 341 kali perkara korupsi yang dilakukan oleh kader dari 12 partai politik. Kader PDIP menjadi jawara dengan menyumbang 120 kasus, lalu disusul Golkar dengan 82 kasus. Begitu banyak partai dan kadernya terlibat kasus korupsi yang merugikan negara. 

Korupsi adalah salah  satu bagian dari persoalan yang dihadapi negara-bangsa ini. Persoalan Kemiskinan, pengagguran, utang luar negeri, biaya kesehatan yang mahal dan persoalan yang lain belum juga dapat diselesaikan.

Pasca reformasi 98, negara-bangsa sampai hari ini keadaan dari masyarakatnya bukannya sejahtera, berkeadilan atapun makmur. Karena semua kesejahteraan, kemakmuran dan berkeadilan hanya dirasakan oleh para elit yang oportunistik serta dengan selingkuhannya yaitu para kapitalis.

Saya katakan negara-bangsa ini tidak butuh reformasi jilid II tapi revolusi, yang dihadapi adalah persoalan sistemik, tapi ketika para elit menyelesaikan persoalan yang esensial ternyata penyelesaiannya bersifat parsial, hingga tidak menyentuh apa yang menjadi subtansi dari problem masyarakat Indonesia.

Kita perlu mengupayakan dengan sunggu-sunggu agar perubahan yang terjadi di Indonesia dapat berlangsung secara revolusioner, karena kemiskinan, pengangguran, biaya kesehatan yang mahal, dan persoalan yang lain termasuk tindakan korupsi lahir akibat dari penerapan sistem demokrasi-kapitalisme pada negara-bangsa ini.

Akan tetapi, pabila kita melirik pada revolusi, maka hanya ada dua pilihan. Sosialisme-Komunisme atau Khilafah Islamiyah. Tidak ada alternatif lain.

Maka, untuk menentukan pilahan atas dua alternatif tersebut, kita harus membandingkan antara keduanya. Yakni baik dari segi history, maupun hujjah (teoritis dan dalil).

Dimana kedigdayaan Sosialisme yang berpusat di Unisoviet, Rusia. Telah hancur berkeping-keping akibat derasnya invasi Demokrasi-Kapitalisme. Selain itu juga, ideologi tersebut secara naluriah tertolak dengan sendirinya akibat ketidak percayaannya terhadap zat yang maha agung, yakni pencipta alam semesta. Itulah akidah yang diemban oleh Sosialisme sehingga tak mampu membendung Demokrasi-Kapitalisme.

Lantas bagaimana dengan Khilafah Islamiah? Jika kita menelisik lebih mendalam. Maka kita akan menemukan bahwa Khilafah Islamiah merupakan satu-satunya kekuatan yang sangat ditakuti oleh Demokrasi-Kapitalisme.

Bagaimana tidak, secara akidah, Khilafah Islamiah tidak perlu diragukan lagi. Dengan menjadikan Islam sebagai sumber ajarannya, maka akan sangat sulit untuk dipatahkan. Kecuali melalui cara-cara Mustafa Kemal Laknatullah, yakni penghianatan.

Dunia telah menjadi saksi, bagaimana ketangguhan Khilafah Islamiyah dalam mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sesamanya serta kepada Tuhannya. Bahkan, belum ada satu peradaban pun yang mampu menyamai atau menyainginya. Termasuk Demokrasi-Kapitalisme.

Sekularisme yang menjadi akidah dari ideologi adidaya saat ini sangat rentan untuk menjadikan korupsi sebagai kagiatan wajib bagi setiap pemangku kebijakan publik. Sebab, sekulerisme tidak mengenal konsep dosa dalam hal pemerinyahan.

Wallahu'alam...