Senin, 03 Februari 2020

MENYELESAIKAN PERSOALAN KORUPSI DI INDONESIA: REFORMASI ATAU REVOLUSI?


Oleh: Mata Pena
(Aktivis Sosial Media)

Seribu satu masalah yang dihadapi bangsa belumlah bisa diselesaikan oleh pemerintah. Sehingga kita menyadari sesuatu, bahwa bangsa ini tengah berada dalam persoalan multidimensional yang parah. Kemiskinan, pengangguran, biaya kesehatan yang mahal, dekadensi moral generasi bangsa, utang luar negeri serta persoalan lainnya.

Realitas hari ini yang kita lihat adalah buah dari reformasi, ideologi kapitalisme telah menggerogoti negara-bangsa ini, menyebabkan persoalan-persoalan yang dihadapi tidak pernah bisa diselesaikan bagaikan lingkaran setan, walapun negara-bangsa ini telah melakukan beberapa kali pergantian pemimpin.

Pemberantasan Korupsi adalah amanat dari reformasi karena rakyat menghendaki pemberantasan KKN pada masa Orba. Korupsi merupakan suatu penyakit sosial yang diidap oleh elip politik hari ini yang telah menyebabkan negara merugi triliunan rupiah.

Tahun 2020 reformasi hampir berumur 22 tahun sejak tahun 1998, persoalan korupsi yang terjadi dinegeri ini belum bisa diselesaikan. Bahkan awal tahun ini kita dihebohkan dengan kasus Jiwasraya yang diduga dirampok, dengan kerugian 10 triliun lebih, jumlah ini lebih besar dari pada kasus bank Century dengan kerugian negara akibat kasus itu dari hasil pemeriksaan BPK dalam LHP itu terkuak, ternyata uang negara mencapai Rp7,4 triliun.

Dan yang terbaru adalah apa yang menimpa Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Sehingga pada akhirnya menyandang status tersangka di KPK. Dia diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan Pergantian Antar-Waktu (PAW) Anggota DPR dari PDIP. Kasus tukar guling jabatan inilah yang telah menyeret PDIP.

PDIP adalah Partai yang terkenal dengan sikap anti terhadap tindakan Korupsi. Tapi Partai ini seolah memiliki sikap ambivalensi terkait korupsi, disisi lain benci tapi para kadernya banyak yang terlibat kasus korupsi.

Mengutip sumber dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Detik.com, sejak Era reformasi bergulir, tepatnya dari 2002 hingga 2017, tercatat telah terjadi 341 kali perkara korupsi yang dilakukan oleh kader dari 12 partai politik. Kader PDIP menjadi jawara dengan menyumbang 120 kasus, lalu disusul Golkar dengan 82 kasus. Begitu banyak partai dan kadernya terlibat kasus korupsi yang merugikan negara. 

Korupsi adalah salah  satu bagian dari persoalan yang dihadapi negara-bangsa ini. Persoalan Kemiskinan, pengagguran, utang luar negeri, biaya kesehatan yang mahal dan persoalan yang lain belum juga dapat diselesaikan.

Pasca reformasi 98, negara-bangsa sampai hari ini keadaan dari masyarakatnya bukannya sejahtera, berkeadilan atapun makmur. Karena semua kesejahteraan, kemakmuran dan berkeadilan hanya dirasakan oleh para elit yang oportunistik serta dengan selingkuhannya yaitu para kapitalis.

Saya katakan negara-bangsa ini tidak butuh reformasi jilid II tapi revolusi, yang dihadapi adalah persoalan sistemik, tapi ketika para elit menyelesaikan persoalan yang esensial ternyata penyelesaiannya bersifat parsial, hingga tidak menyentuh apa yang menjadi subtansi dari problem masyarakat Indonesia.

Kita perlu mengupayakan dengan sunggu-sunggu agar perubahan yang terjadi di Indonesia dapat berlangsung secara revolusioner, karena kemiskinan, pengangguran, biaya kesehatan yang mahal, dan persoalan yang lain termasuk tindakan korupsi lahir akibat dari penerapan sistem demokrasi-kapitalisme pada negara-bangsa ini.

Akan tetapi, pabila kita melirik pada revolusi, maka hanya ada dua pilihan. Sosialisme-Komunisme atau Khilafah Islamiyah. Tidak ada alternatif lain.

Maka, untuk menentukan pilahan atas dua alternatif tersebut, kita harus membandingkan antara keduanya. Yakni baik dari segi history, maupun hujjah (teoritis dan dalil).

Dimana kedigdayaan Sosialisme yang berpusat di Unisoviet, Rusia. Telah hancur berkeping-keping akibat derasnya invasi Demokrasi-Kapitalisme. Selain itu juga, ideologi tersebut secara naluriah tertolak dengan sendirinya akibat ketidak percayaannya terhadap zat yang maha agung, yakni pencipta alam semesta. Itulah akidah yang diemban oleh Sosialisme sehingga tak mampu membendung Demokrasi-Kapitalisme.

Lantas bagaimana dengan Khilafah Islamiah? Jika kita menelisik lebih mendalam. Maka kita akan menemukan bahwa Khilafah Islamiah merupakan satu-satunya kekuatan yang sangat ditakuti oleh Demokrasi-Kapitalisme.

Bagaimana tidak, secara akidah, Khilafah Islamiah tidak perlu diragukan lagi. Dengan menjadikan Islam sebagai sumber ajarannya, maka akan sangat sulit untuk dipatahkan. Kecuali melalui cara-cara Mustafa Kemal Laknatullah, yakni penghianatan.

Dunia telah menjadi saksi, bagaimana ketangguhan Khilafah Islamiyah dalam mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sesamanya serta kepada Tuhannya. Bahkan, belum ada satu peradaban pun yang mampu menyamai atau menyainginya. Termasuk Demokrasi-Kapitalisme.

Sekularisme yang menjadi akidah dari ideologi adidaya saat ini sangat rentan untuk menjadikan korupsi sebagai kagiatan wajib bagi setiap pemangku kebijakan publik. Sebab, sekulerisme tidak mengenal konsep dosa dalam hal pemerinyahan.

Wallahu'alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar